Sabtu, 01 Desember 2012

AGAMA DAN ORGANISASI KEAGAMAAN

Agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Agama menurut pendekatan antropologis adalah hubungan mekanisme pengorganisasian (social organization).

Organisasi keagamaan adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam lingkup suatu agama tertentu. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.

Konsep organisasi keagamaan yang dipakai adalah adalah suatu pendekatan, kegiatan, atau sistem kehidupan yang irrasional. Organisasi keagamaan yang khusus mengurus upacara dan hubungan dengan tuhan yang dinamakan tarekat (jalan menuju kebenaran). Kelompok masyarakat yang religius atau agama secara teologis yang telah menjadi antropologis itu, mengembangkan segenap sistem budayanya dari ajaran ajaran tuhan atau wahyunya yang diungkap dalam kitab suci.


Hubungan antara pola-pola budaya – kepercayaan, nilai, dan lambang ekspresif - dan perangkat struktur sosial tempat semua itu tertanan jarang sekali merupakan hubungan yang sederhana seperti satu lawan satu, karena problem umum kehidupan manusia di mana pola-pola budaya, khususnya pola keagamaan, merupakan jawabannya. Berbeda sekali dari urgensi-urgensi sosial tertentu di mana struktur-struktur sosial merupakan jawabannya.

Sebelum agama-agama mondial (dunia) masuk di nusantara, agama-agama lokal telah berkembang lebih dahulu. Masing-masing daerah memiliki nama agama yang berbeda. Namun ajaran didalamnya masih bersifat primitif, hal ini disebabkan karena kehadiran agama yang baru lebih banyak melakukan sosialisasi melalui sikap adaptif. Sikap adaptif ini dilakukan mengingat begitu sulitnya melakukan perubahan secara merata pada semua ajaran. Pola adaptasi ini kemudian melahirkan keinginan untuk melakukan gerakan pemurnian pemikiran Islam dari pengaruh budaya-budaya lokal.

Sejalan dengan itu pula
, pihak kolonial melakukan kolonialisasi secara fisik dengan mengandalkan senjata. Umat Islam menyikapi hal ini dengan membentuk berbagai perkumpulan untuk menyatukan taktik perjuangan melawan kolonial, seperti Jam’iyat khair, Serikat Dagang Islam (SDI), NU, Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis). Di samping itu, Munculnya organaisasi keagamaan adalah dalam rangka atau untuk mengakomodasi dan mewadahi terdapatnya keanekaragaman corak berpikir, kepentingan, orientasi, dan tujuan para penganut agama itu sendiri.

Ekspresi sosial dari ajaran agama dihidupkan dan dipelihara oleh adanya masyarakat penganut yang disebut dengan organisasi keagamaan.

Roland Robertson, membuat suatu model yang menggambarkan hubungan antara tingkat homogenitas dan heteroginitas agama yang dianut suatu masyarakat dikaitkan dengan organisasi keagamaan, ke dalam empat tipe:

1. Pada masyarakat yang memiliki heteroginitas dalam agama, ada dua tipe: yaitu agama secara organisasi terpisah dari kehidupan ekonomi, politik, dan pendidikan; dan agama yang tidak begitu terorganisir.
2. Pada masyarakat yang memiliki homogenitas agama, juga ada dua tipe: yaitu agama teroganisir dengan baik, dan agama diakui secara resmi sebagai agama negara; dan tidak terorganisir seperti pada masyarakat primitif.

Menurut Joachim Wach, adan dua faktor pendorong terjadinya perubahan dari situasi agama primitif, yang berciri kelompok, ke arah agama yang terorganisir:
Meningkatnya diferensiasi dalam masyarakat. Organisasi keagamaan muncul sebagai bagian dari kecenderungan umum ke arah spesifikasi fungsional.
Adanya pengayaan pengalaman keagamaan dalam berbagai bentuk organisasi keagamaan yang baru. Organisasi-organisasi keagamaan pada umumnya memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain.

Perbedaan itu antara lain berkaitan dengan cara pandang atau penafsiran mereka terhadap soal-soal keagamaan dan bidang perhatian (sosial, ekonomi, dan politik). Misalnya ada organisasi keagamaan yang fundamentalis dan moderat, tradisional dan modern, konservatif dan liberal.

Nahdatul Ulama (NU)

Nahdlatul Ulama (kebangkitan Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam), disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 13 Januari 1926 dan bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi. Namun demikian, nahdlah menurut istilah Nahdlatul Ulama adalah al-Muhafazhah ‘alal Qadimish Shalih wal Akhdzu bil Jadidi Ashlah (menjaga dan mempertahankan tradisi lama yang baik dan berkreasi untuk membuat peradaban baru yang lebih baik. Organisasi ini di pimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.

NU menganut paham Ahlussunnah wal Jama’ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Tujuan dari organisasi ini adalah menegakkan ajaran Islam menurut faham Ahlussunnah waljama’ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam masyarakat NU terdapat tradisi keagamaan semacam yasinan, tahlilan, kenduren. Tradisi ini berkembang di sebagian masyarakat Islam Nusantara. Karakter dan praktik yang dilakukan umat Islam di Nusantara itulah ciri khas keagamaan NU. Misalnya, tiap Kamis, mengadakan tradisi yasinan. Tradisi yasinan ini dihadiri oleh siapa saja. Mereka yang bisa membaca tulisan Arab atau tidak, tetap menghadiri upacara yasinan. Banyak sekali orang-orang yang tidak bisa membaca tulisan Arab surat Yasin, tetapi hafal surat Yasin. Mereka hafal karena surat Yasin dibaca rutin di kampung-kampung tiap Kamis. Mereka pada giliran tertentu menjadi hafal surat Yasin itu. Umat Islam Nusantara pun yakin bahwa orang yang melantunkan surat Yasin akan mendapatkan catatan istimewa di sisi Tuhan seru sekalian alam.

Dahulu NU dipandang sebagai suatu organisasi keagamaan yang kolot dan banyak menerima kritik dari kaum modernis. Bahkan banyak yang mengatakan bahwa Nu itu benar-benar sangat konservatif. Di kalangan kepemimpinan NU, yang menjadi konflik adalah kebutuhan untuk memenuhi tuntutan pengikut kolot dan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan suatu partai politik modern agar bisa bersaing dengan efektif. Sedangkan di Muhammadiyah yang menjadi konflik adalah antara keinginan untuk momodernisir Islam dan kebutuhan untuk menjamin bahwa ini tidak akan menuju ke sekularisme. Berbagai kegiatannya pun tidak jauh berbeda dengan sekarang, seperti pidato keliling ke desa-desa setempat tentang hal-hal sosial politik dan keislaman, pengajian mingguan yang teratur (pengaosan) oleh para ahli agama atau anggota dewan pimpinan. Para pemimpinnya pun mencemooh orang yang datang ke pengaosan tapi lalu tertidur dan yang tidak ikut serta dalam kegiatan organisasi.

Usaha Organisasi:

1. Di bidang agama, melaksanakan dakawah islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan.
2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.
3. Di bidang Sosial Budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
4. Di bidang Ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menik-mati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat. 

Kesimpulan

1. Umat Islam menyikapi tindakan kolonial dengan membentuk berbagai perkumpulan untuk menyatukan taktik perjuangan melawan kolonial.

2. Fungsi organaisasi keagamaan pada umunya adalah untuk: melestarikan, menafsirkan, memurnikan, dan mendakwahkan agama.

3. Konsep organisasi keagamaan yang dipakai adalah adalah suatu pendekatan, kegiatan, atau sistem kehidupan yang irrasional.
4. Ekspresi sosial dari ajaran agama dihidupkan dan dipelihara oleh adanya masyarakat penganut yang disebut dengan organisasi keagamaan, baik yang jelas strukturnya, maupun sifatnya samar-samar.

5. Dalam masyarakat NU terdapat tradisi keagamaan semacam yasinan, tahlilan, kenduren. Tradisi ini berkembang di sebagian masyarakat Islam Nusantara.



Daftar Pusaka

Lubis, Ridwan. 2010. Agama Dalam Perbincangan Sosiologi. Bandung: Ciptapusaka Media Perintis.
Agus, Bustanudin. 2006. Agama Dalam Kehidupan Manusia. Jakarta: Rajawali Press.
Khalimi. 2010. Ormas-ormas Islam. Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta.
Geertz, Clifford. 1983. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. Jakarta; Pustaka Jaya.





17 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Bagus mas, mudah dipahami dan sumber nya tertera

    BalasHapus
  3. Mau tanya gan, kalau almamater suatu organisasi keagamaan apakah ada aturan sendiri? Apa ada aturan tidak boleh dikenakan oleh orang lain? Apakah suatu almamater menjadi harga diri yang sangat besar? Jika bicara organisasi keagamaan berarti ada dua hal di sana kan yaitu soal sosial dan agama. Apakah sebegitu penting suatu almamater tidak boleh dikenakan selain pengikutnya ketimbang dari bagaimana agama organisasi tersebut bertoleransi dengan keadaan dimana suatu almamater dikenakan oleh bukan pengikut nya? Dan hal ini masuk dalam konteks mengenai organisasi atau agama. Mohon pendapat Anda.

    BalasHapus
  4. Kalo selain aga Islam bisa dibuat gak yaa??

    BalasHapus