Pers selalu
mengambil bentuk dan warna struktur-struktur sosial politik di mana ia
beroperasi. Terutama, pers mencerminkan system pengawasan sosial dimana
hubungan antara orang dan lembaga diatur. Orang harus melihat pada
sistem-sistem masyarakat dimana pers itu berfungsi. Untuk melihat sistem-sistem
sosial dalam kaitan yang sesungguhnya dengan pers, orang harus melihat
keyakinan dan asumsi dasar yang dimiliki masyarakat itu: hakikat manusia,
hakikat masyarakat dan negara, hubungan antar manusia dengan negara, hakikat
pengetahuan dan kebenaran. Jadi pada akhirnya perbedaan pada sistem pers adalah
perbedaan filsafat.
Teori pers
libertarian ini berangkat dari sebuah konsep, yaitu liberal dan kebebasan.
Liberal yang memainkan konsep mekanisme pasar dan pemerintah tidak jauh
mengintervensi. Konsep liberal ini yang menjadi cikal bakal adanya teori pers
libertarian ini. Konsep liberal itu jika diimplementasikan ke dalam pers
menjadi sebuah teori pers libertarian. Tokoh paham liberal yang terkenal adalah
Niccolò Machiavelli.
Disaat perang
dunia kedua telah berakhir dan memasuki perang dingin antara barat dan timur,
Fred S. Siebert, Theodore Peterson dan Wilbur Schram tampil dengan 4 macam
teori Pers. Salah satunya yaitu teori pers Libertarian.
Teori itu muncul untuk
menjelaskan keadaan pers di dunia. Teori ini muncul berdasarkan keadaan dunia
tahun 1950. Teori ini sendiri baru lahir
di tahun 1956. Menurut teori ini pers bukan sebagai alat pemerintah akan tetapi
sarana yang tepat untuk menyalurkan hati masyarakat untuk memberikan masukan
dan mengawasi kinerja pemerintah agar pemerintah tidak bisa berbuat
semena-mena.
Studi Kasus
Sistem pers
liberal (libertarian) berkembang pada abad ke 17-18 sebagai akibat munculnya
revolusi industri, dan adanya tuntutan kebebasan pemikiran di negara Barat yang
sering disebut aufklarung (pencerahan). Esensi dasar sistem ini memandang
manusia mempunyai hak asasi dan meyakini bahwa manusia akan bisa mengembangkan
pemikirannya secara baik jika diberi kebebasan. Manusia dilahirkan sebagai
makhluk bebas yang dikendalikan akal dan bisa mengatur sekelilingnya untuk
tujuan yang mulia. Kebebasan adalah hal yang utama dalam mewujudkan esensi
dasar itu, sedangkan kontrol pemerintah dipandang sebagai manifestasi
“pemerkosaan” kebebasan berfikir. Oleh karena itu, pers harus diberi tempat
yang sebebas-bebasnya, un tuk membantu mencari kebenaran. Kebenaran akan
diperoleh jika pers diberi kebebasan, sehingga kebebasan pers menjadi tolak
ukur dihormatinya hak bebas yang dimiliki manusia.[1]
Pers yang kian
bebas dan terbuka memberikan angin segar bagi indonesia. Setelah 30 tahun lebih
berada dalam tekanan oleh pemerintah,
akhirnya tiba saat dimana semua itu telah berakhir dan dimulai era baru. Namun
banyak yang mengatakan bahwa pers dan media sekarang bebasnya terlalu
kebablasan. Hal ini muncul dari pemberitaan media yang terkadang kurang
seimbang antara kepentingan pers dan kepentingan masyarakat. Pihak pers kurang
objektif dalam mengemas dan menyampaikan berita. Bahkan ada pihak media yang
cenderung memiliki kepentingan-kepentingan tersendiri dalam penyampaian berita.
Ditengah pesatnya pengguanaan media massa, kita dapat melihat betapa banyaknya
media yang mulai kehilangan ke-independenannya dalam penyampaian berita. Kita
dapat melihat sekarang pers menjelma sebagai senjata politik. Banyak sekali
para pemilik berbagai media sekarang ini merupakan aktor-aktor politik,
sehingga berita-berita menjadi sarana untuk turut menjatuhkan lawan politiknya.
Hal itu salah satu potret negatif mengenai pers di era reformasi ini.
Perumusan Masalah
Teori pers
libertarian mengatakan bahwa pers dan media berhak dimiliki siapapun. Pada
intinya teori ini berlandaskan dengan prinsip kebebasan.[2] Teori ini mengajarkan bahwa manusia memiliki
hak-hak yang di perolehnya secara alamiah sehingga apabila ada kekangan atau
pengawasan yang terlampau ketat dari
pemerintah, maka manusia susah untuk mendapatkan kebenaran yang sejati terhadap
sebuah peristiwa atau berita.
Dalam teori
Libertarian, pers bukan instrumen pemerintah, melainkan sebuah alat untuk
menyajikan bukti dan argumen-argumen yang akan menjadi landasan bagi orang
banyak untuk mengawasi pemerintahan dan menentukan sikap terhadap kebijaksanaannya.
Dengan demikian, pers seharusnya bebas dari pengawasan dan pengaruh pemerintah.
Agar kebenaran bisa muncul, semua pendapat harus dapat kesempatan yang sama
untuk didengar, harus ada pasar bebas pemikiran-pemikiran dan informasi. Baik
kaum minoritas maupun mayoritas, kuat maupun lemah, harus dapat menggunakan
pers.
Pembahasan
Teori pers
liberal berkembang sebagai dampak dari masa pencerahan dan teori umum tentang
rasionalisasi serta hak-hak alamiah dan berusaha melawan pandangan yang
otoriter. Dari tulisan Milton, Locke dan Mill dapat dimunculkan pemahaman bahwa
pers harus mendukung fungsi membantu
menemukan kebenaran dan mengawasi pemerintah sekaligus sebagai media yang
memberikan informasi, menghibur dan mencari keuntungan. Di bawah teori pers
liberal bersifat swasta, dan siapa pun yang mempunyai uang yang cukup dapat
menerbitkan media. Media dikontrol dalam dua cara. Dengan beragamnya pendapat
“proses pembuktian kebenaran” dalam “pasar bebas gagasan” akan memungkinkan
individu membedakan mana yang benar atau salah. demikian pula dengan sistem
hukum yang memiliki ketentuan untuk menindak tindakan fitnah, tindakan senonoh,
ketidaksopanan, dan hasutan dalam masa peperangan.
Teori pers liberal
ini berkembang di Inggris selama abad ke-18 tetapi tidak diperbolehkan
dijalankan dikoloni Inggris di Amerika Utara sampai putusnya hubungan dengan
negara induk tersebut. setelah tahun 1776, teori ini diimplementasikan di
seluruh wilayah yang lepas dari pemerintahan kolonial dan secara resmi diadopsi
dengan adanya Amandemen Pertama pada Piagam Hak Asasi Manusia baru yang
ditambahkan ke dalam Undang–Undang Dasar (Severin & Tankard, Jr. 2005:
378).[3]
Sebutan
terhadap pers sebagai “The Fourth Estate” atau “Pilar Kekuasaan Keempat” setelah kekuasaan ekksekutif, legislatif, dan
yudikatif pun menjadi umum diterima dalam teori pers libertarial. Oleh
karenanya, pers harus bebas dari pengaruh dan kendali pemerintah. Dalam upaya
mencari kebenaran, semua gagasan harus memiliki kesempatan yang sama untuk
dikembangkan, sehingga yang benar dan dapat dipercaya akan bertahan, sedangkan
yang sebaliknya akan lenyap.
Gagasan Johm
Milton tentang “self righting process” (proses menemukan sendiri kebenaran) dan
tentang “free market of ideas” (kebebasan menjual gagasan) menjadi sentral
dalam teori pers bebas ini. Berdasarkan gagasan Milton ini, dalam sistem pers
bebas ini atau pers libertarian, pers dikontrol oleh “self righting process of
truth”, lalu oleh adanya “free market of ideas”, dan oleh pengadilan. Implikasi
dari “self righting process” adalah bahwa semua gagasan harus memiliki
kesempatan yang sama ke semua saluran komunikasi dan setiap orang punya akses yang sama pula ke sana.
Teori pers
libertarian ini memang paling banyak memberikan landasan kebebasan yang
terbatas kepada pers. Oleh karena itu, pers bebas juga paling banyak memberikan
informasi, paling banyak memberikan hiburan, dan paling banyak terjual
tirasnya. Tetapi, di balik paling banyak dalam ketiga segi itu, pers bebas juga
paling sedikit berbuat kebajikan menurut ukuran umum dan sedikit pula
mengadakan kontrol terhadap pemerintah. Dalam perusahaan pers macam ini memang
terdapat sedikit sekali pembatasan-pembatasan serta aturan-aturan yang
membatasi. Sebagian besar aturan-aturan yang ada hanyalah untuk menciptakan
keuntungan berupa materi bagi pemiliknya sendiri. Pers semacam ini cenderung
kurang sekali tertarik pada soal-soal bagi kepentingan masyarakat.[4]
Dalam
hubungannya dengan kebebasan pers (media massa), teori libertarian beranggapan
bahwa pers harus mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya untuk membantu manusia
dalam usahanya mencari kebenaran. Manusia memerlukan kebebasan untuk memperoleh
informasi dan pikiran-pikiran yang hanya dapat secara efektif diterima ketika
itu apabila disampaikan melalui pers (Rachmadi, 1990: 34-35).
Pihak yang
berhak menggunakan media massa dalam teori libertarian adalah siapa pun yang
mempunyai sarana ekonomi. Para pemilik medianya pada umumnya adalah swasta. Tujuan
dan fungsi media massa menurut paham liberalisme adalah memberi penerangan,
menghibur, menjual, namun yang terutama adalah menemukan kebenaran dan
mengawasi pemerintah serta untuk mengecek atau mengontrol pemerintah
Media dilarang
menyiarkan pencemaran nama baik atau penghinaan, menampilkan pornografi, tidak
sopan, dan melawan. Bila dilanggar, maka akan diproses melalui pengadilan
(Siebert, Peterson, dan Schramm dalam Severin & Tankard, 1992: 286-287).[5]
Menurut konsep libertarian, pers mempunyai tugas:
1.
Melayani
kebutuhan kehidupan ekonomi (iklan)
2.
Melayani
kebutuhan kehidupan politik
3.
Mencari
keuntungan (demi kelangsungan hidupnya)
4.
Menjaga
hak warga negara
5.
Memberi
hiburan
Sedangkan ciri pers bebas berdasarkan teori libertarian, dapat di
perinci sebagai berikut[v]:
1.
Publikasi
bebas dari setiap penyensoran pendahuluan
2.
Penerbitan
dan pendistribusian terbuka bagi setiap orang tanpa memerlukan izin atau
lisensi
3.
Kecaman
terhadap pemerintah, pejabat atau partai politik tidak dapat di pidana
4.
Tidak
ada kewajiban mempublikasikan segala hal
5.
Publikasi
“kesalahan” dilindungi sama halnya dengan publikasi kebenaran dalam hal-hal
yang berkaitan dengan opini dan keyakinan
6.
Tidak
ada batasan hukum terhadap upaya pengumpulan informasi untuk kepentingan
publikasi
7.
Wartawan
punya otonomi profesional dalam organisasi mereka
Kesimpulan
Asumsi dasar teori pers libertarian adalah bahwa manusia pada
hakikatnya dilahirkan sebagai makhluk bebas yang dikendalikan oleh rasio atau
akalnya. Manusia mempunyai hak secara alamiah untuk diberikan iklim kebebasan
menyatakan pendapat.
Dalam teori
Libertarian, pers bukan instrumen pemerintah, melainkan sebuah alat untuk
menyajikan bukti dan argumen-argumen yang akan menjadi landasan bagi orang
banyak untuk mengawasi pemerintahan dan menentukan sikap terhadap
kebijaksanaannya. Pers harus mendukung
fungsi membantu menemukan kebenaran dan mengawasi pemerintah sekaligus sebagai
media yang memberikan informasi, menghibur dan mencari keuntungan.
Dengan
demikian, pers seharusnya bebas dari pengawasan dan pengaruh pemerintah. Agar
kebenaran bisa muncul, semua pendapat harus dapat kesempatan yang sama untuk
didengar, harus ada pasar bebas pemikiran-pemikiran dan informasi. Baik kaum
minoritas maupun mayoritas, kuat maupun lemah, harus dapat menggunakan pers.
Implikasi
Sesuai dengan
ajaran demokrasi, manusia memiliki hak alamiah untuk mengejar kebenaran yang
hakiki dan memiliki kebebasan untuk menyatakan pendapat, secara lisan dan
tulisan (pers) tanpa kontrol dari pemerintah (pihak luar). Maka teori
libertarian berpendapat bahwa pers harus memiliki kebebasan seluas-luasnya
untuk membantu manusia mencari dan menemukan kebenaran hakiki tersebut. Salah
satu caranya melaiui pers.
Menurut teori ini, pers merupakan sarana penyalur hati nurani
rakyat untuk mengawasi dan menentukan sikap kebijakan pemerintah karena ia
bukanlah alat kekuasan pemerintah, sehingga harus bebas dari pengaruh dan
pengawasan pemerintah. Dengan demikian teori ini memandang sensor merupakan
tindakan yang inkonstitusional terhadap kemerdekaan pers.
Daftar Pustaka
Sibert, Fred s. Peterson, Theodore.
Schram, Wilbur. 1986. Empat Teori Pers. Jakarta; PT Intermasa
Severin,
Werner J. Tankard, James W. 2011. Teori Komunikasi; Sejarah, Metode, dan
Terapan di Dalam Media Massa. Jakarta; Prenada Media Group
Masduki.
2007. Regulasi Penyiaran : Dari Otoriter ke Liberal. Yogyakarta; PT. LkiS
Harahap
K. 2000. Kebebasan Pers di Indonesia dari Masa ke Masa. Bandung.
Grafitri
Nurudin. 2004. Sistem Komunikasi Indonesia, Jakarta;
Rajawali Press
Bungin, Burhan. 2011. Sosiologi Komunikasi Teori,
Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta:
Prenada Media Group
Kusumaningrat, Hikmat. 2005. Jurnalistik Teori dan
Praktik. Bandung; Remaja Rosdakarya
Ardianto, Elvinaro. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar
Edisi Revisi. Jakarta: Simbiosa Rekatama Media
[1] Nurudin,
Sistem Komunikasi Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2004), hlm.72-73
[3] Bungin, Burhan. Sosiologi
Komunikasi Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta:
Prenada Media Group. 2011 Hal. 294
[4]
Kusumaningrat, Hikmat. Jurnalistik
Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2005 hal. 20
[5] Ardianto, Elvinaro. Komunikasi
Massa Suatu Pengantar Edisi Revisi.Jakarta: Simbiosa Rekatama Media.
2007 hal. 160-161
bitlis
BalasHapuskastamonu
çorum
van
sakarya
KAG
E3073
BalasHapusTekirdağ Cam Balkon
Manisa Evden Eve Nakliyat
Ardahan Evden Eve Nakliyat
Tekirdağ Parke Ustası
Kırklareli Evden Eve Nakliyat
7199C
BalasHapusBitlis Evden Eve Nakliyat
Sivas Evden Eve Nakliyat
Silivri Fayans Ustası
Karaman Evden Eve Nakliyat
Manisa Evden Eve Nakliyat
E4358
BalasHapusUrfa Parça Eşya Taşıma
Ünye Kurtarıcı
Kilis Şehirler Arası Nakliyat
Düzce Şehir İçi Nakliyat
Tunceli Evden Eve Nakliyat
Muş Parça Eşya Taşıma
Ünye Parke Ustası
Maraş Lojistik
Burdur Lojistik
C2393
BalasHapusbinance indirim
C9BEF
BalasHapusThreads Beğeni Hilesi
Bitcoin Kazma
Facebook Beğeni Satın Al
Binance Referans Kodu
Bitcoin Nasıl Alınır
Yeni Çıkan Coin Nasıl Alınır
Binance Hesap Açma
Dxy Coin Hangi Borsada
Bitcoin Üretme