Kamis, 28 Februari 2013

Keuangan Islam; Prinsip-Prinsip Dasar dan Struktur-strukturnya


A. Pendahuluan

Islam muncul sebagai sumber kekuatan yang baru pada Abad ke-7 Masehi, menyusul runtuhnya kekaisaran Romawi. Kemunculan itu ditandai dengan perkembangannya peradaban baru yang sangat mengagumkan. Kebudayaan, ilmu pengatahuan, dan teknologi ekonomi berkembang secara menakjubkan.

Fakta sejarah itu sesungguhnya menunjukkan bahwa Islam merupakan sistem kehidupan yang bersifat komprehensif, yang mengatur semua aspek, baik dalam sosial, ekonomi, dan politik maupun kehidupan yang bersifat spiritual. Sebagaimana firman-Nya: “.....dan kami turunkan kepadamu Al- Kitab ( Al-Qur’an untuk menjelaskan segala sesuatu.....”( QS. An-Nahl: 89)

Ditengah banyaknya pembicaraan tentang Ekonomi Islam, satu hal yang perlu diperhatikan bahwa pada dasarnya tidak satu negara pun memiliki perekonomian yang betul-betul ditata secara Islami, sekalipun berbagai usaha ke arah itu sudah banyak dimulai di negara-negara Islam seperti di Iran, Pakistan ataupun Arab Saudi. Harus diakui bahwa Ilmu pengetahuan yang Islami mengalami masa-masa suram (dark ages) dan dari pada itu ilmu yang dikembangkan di Barat justru mengalami perkembangan pesat.

Membicarakan sistem ekonomi Islam secara utuh, tidak cukup dikemukakan pada tulisan yang sempit ini, karena sistem ekonomi Islam mencakup beberapa segi dan mempunyai ketergantungan dengan beberapa disiplin ilmu lainnya sebagaimana juga yang ditemukan pada studi ekonomi umum. Persoalan sistem Bank syari’ah hanyalah sebagian kecil dari sederetan masalah-masalah yang terdapat dalam studi ekonomi Islam.

Lalu apa yang disebut sistem Ekonomi? Secara Sederhana kita bisa mengatakan, sistem ekonomi Islam adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan nilai-nilai Islam (Musthafa, 2006).

Karena didasarkan pada nilai-nilai Ilahiah, sistem ekonomi Islam tentu saja akan berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis yang diajarkan pada ajaran kapitalisme ataupun sosialis yang diajarkan pada sosialisme.

Corak perkembangan sistem ekonomi Islam di Indonesia diantaranya yaitu dengan berdirinya banyak berdirinya Bank-bank yang membuka window syari’ah, dibukanya progam pendidikan ekonomi Islam di perguruan-perguruan tinggi Negara di Indonesia, dan masih banyak lagi Bank-bank swasta yang lain memebuka window syari,ah yang berafliasi pada bank-bank konvensional besar yang berasaskan sistem ekonomi Islam (Zainul Arifin, 2009).

Maka dari itu perkembangan sistem Ekonomi yang dilandasi nilai-nilai Islam dan Syari’ah, Negara Indonesia berpeluang menjadi Negara yang bersistem ekonomi Islam dan berangsur-angsur meninggalkan sistem Ekonomi kapitalis ataupun sosialis.

B. Pembahasan

1. Apakah Keuangan Islam itu?

Sruktur keuangan Islam sangat kuat bersumber dari al-Qur’an dan sunnah, serta penafsiran terhadab sumber-sumber wahyu ini oleh para ulama. Selama tiga dasawarsa terakhir, struktur keuangan Islam telah tampil sebagai salah satu implementasi modern dalam sistem hukum Islam yang paling penring dan berhasil, dan sebagai uji coba bagi pembaruan dan perkembangan hukum Islam pada masa datang. Meskipun demikian, keuanagn Islam tetap menimbulkan berbagai kesalahpahaman dikalangan muslim sendiri sekaligus kalangan non-Muslim. Keungan Islam bukanlah temuan dari gerakan politik eksterm Islam abad ini, namun bersumber dari perintah yang ada dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad.

2. Pandangan Islam tentang Uang

Pada dasarnya Islam memandang uang hanya sebagai alat tukar, bukan sebagai barang dagangan (komoditaas). Oleh karena itu motif permintaan akan uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaaksi (money demand for transacsion),bukan untuk spekulasi. Islam juga sangat menganjurkan penggunaan uang dalam pertukaran karena rasullah telah menyadari kelemahan dari salah satu bentuk pertukaran dizaman dahulu yaitu barter (bai’ almuqoyyadah),dimana barang saling dipertukarkan. Menurut afzahrul rohman:

“Rasullah menyadari akan kesulitan-kesulitan dan kelemahan-kelemahan sistem pertukaran ini, lalu beliau ingin menggantikannya dengan sistem pertukarannya melalui uang. Oleh karena itu beliau menekankan kepada para sahabat untuk menggunakan uang pada transaksi-transaksi mereka.”

Hal ini dapat dijumpai dalam hadist-hadist antara lain seperti diriwayatkan oleh ata-bin yasar, Abu Said dan Abu Hurairah, dan Abu Said Al-qudri.

“ternyata Rasullah saw tidak menyutujui transaksi-transaksi dengan sistem barter, untuk itu dianjurkan sebaiknya menggunakan uang. Tampaknya beliau melarang bentuk pertukaran seperti ini karena ada unsur riba didalamnya.”

Dalam konsep Islam tidak dikenal money demand for speculation, karena spekulasi tidak diperbolehkan. Kebalikan dari sistem konvesional yaang memberikan bunga atas harta, Islam malah menjadikan harta sebagai objek zakat,

Islam juga tidak mengenal konsep time value of money, namun Islam mengenal konsep economic value of time yang artinya bahwa yang bernilai adalah waktu itu sendiri. Islam membolehkan penetapan harga tangguh bayar lebih tinggi dari pada harga tunai. Zaid Bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, cicit Rasullah saw, adalah yang pertama kali menjelaskan diperbolehkanya penetapan harga tangguh bayar (deferred payment lebih tinggi dari pada harga tunai.

3. Piranti Keuangan / Perbankan syariah

Sistem keuangan dan perbankan modern telah berusaha memenuhi kebutuhan manusia untuk mendanai kegiatannya, bukan dengan dananya sendiri, melainkan dengan dana orang lain, baik dengan menggunakan prinsip penyertaan dalam rangka pemenuhan permodalan (ecuity financing) maupun dengan prinsip pinjanam dalam rangka pemenuhan kebutuhan pembiayaan (dept financing).

Islam mempunyai hukum sendiri untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Yaitu melalui akad-akad bagi hasil (profit and loss sharing), sebagai metode pemenuhan kebutuhan permodalan (ecuity financing), dan akad-akad jual beli (Al-bai’)untuk memenuhi kebutuhan pembiyaan (dept financing). Bank Islam tidak menggunakan metode pinjaman-pinjaman uang dalam rangka kegiatan komersial, karena setiap pinjaman-pinjaman uang yang dilakukan dengan persyaratan atau janji pemberian imbalan adalah termasuk riba, oleh karena itu mekanisme operasional perbankan syariah dijalankan dengan menggunakan piranti-piranti keuangan yang mendasarkan pada prinsip-prinsip berikut:

a. Musyarakah (Joint Venture Profit Sharing)

Musyarakah memungkinkan dua pihak atau lebih untuk mengumpulkan modal bersama untuk membentuk sebuah lembaga atau perusahaan. Untuk pembagian keuntungan dibagi secara proporsional dan setiap pihak mempunyai wewenang untuk mengawasi perusahaan sesuai dengan kontribusi modal mereka

b. Mudharabah (Trustee Profit Sharing)

Dalam mudharabah terdapat hubungan antara pemilik modal (shohibul maal) dan pelaku usaha (mudharib). Dimana pemilik modal memberikan modalnya kepada pelaku usaha untuk melakukan usaha perdagangan. Jika proyek atau usaha tealah selesai, mudharib akan mengembalikan modal tersebut kepada penyedia modal berikut porsi keuntungan yang telah disetujui sebelumnya. Ada dua tipe dalam mudharabah yaitu terikat, yang mana pemilik modal memberikan ketentuan kepada pe;aku usaha dalam penggunaan mdal tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha, dan sebagainya. Sedangkan yang tidak terikat tidak ada ketentuan dari pemilik modal bagi pelaku usaha dalam pemanfaatan modalnya sehingga mudharib memiliki keluasaan penuh dalam pengelolaan modal untuk usaha yang dianggap baik dan menguntungkan.

c. Murabahah

Murabahah adalah kontarak jual-beli atas barang tertentu. Dalam transaksi ini penjual harus menyebutkan dengan jelas barang yang diperjual-belikan dan barang tersebut bukan barang haram. Praktek ini tentunya harus sesuai dengan kaidah muamalah Islamiyah.

d. Ijarah

Ijarah atau sewa adalah memberi penyewa kesempatan untuk memanfaatkan barang sewaan untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan yang telah disepakati bersama. Ada dua macam ijarah yaitu ijarah mutlaqah, ijarah jenis ini adalah proses sewa-menyewa yang banyak kita temui dalam kegiatan perekonomian sehari-hari dalam masyarakat. Satu lagi disebut bai at takhrij, yaitu suatu kontrak sewa yang diakhri dengan penjualan. Dalam hal ini pembayaran sewa telah diperhitungkan sehingga sebagian dari sewa merupakan pembayaran secara berangsur.

e. Bai’ al istishna

Bai’ al istishna adalah akad jual-beli antara pembeli (mustashni’) dan produsen (shani’) dimana barang yang akan diperjual-belikan belum ada dan harus dibuat dulu dengan kriteria yang jelas. Pembayaran dapat dilakukan di awal, di tengah atau di akhir baik secara kontan maupun secara bertahap.

4. Tujuan Sistem Keuangan Islam

Sistem keuangan Islam dan perbankan Islam hadir untuk memberikan jasa keuangan yang halal kepada komunitas muslim.selain tujuan khusus ini, institusi perbankan dan keuangan,sebagaimana aspek-aspek masyarakat Islam lainnya,diharapkan dapat “memberi kontribusi yang layak bagi tercapainya tujuan sosio –ekonomi Islam”(chapa, 1985, h. 34).target utamanya adalah kesejahteraan ekonomi yang tinggi, keadilan sosio-ekonomi secara distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar, stabilitas nilai uang, dan mobilisasi serta investasi tabungan untuk pembangunan ekonomi yang mampu memberikan jaminan keuntungan (bagi-hasil) kapada semua pihak yang terlibat. Tampaknya, dimensi relijius harus dikemukakan sebagai tujuan terakhir,dalam arti bahwa peluang untuk melakukan operassi keuangan yang halal jauh lebih penting dibanding model operasi keuangan ittu sendiri.

Validitas tujuan-tujuan umum ini jarang dipersoalkan. Namun, tak pernah ada kesepakatan tentang struktur ideal sistem keuangan yang diperlukan untuk mencapai semua tujuan itu. Bab ini akan menjelaskan dua rancangan struktur alternatif perbankan Islam. Namun, terlebih dahulu kita bicarakan tujuan perbankan dan keuangan Islam dapat disimpulkan sebagai berikut:

Penghapusan bunga dari semua transaksi keuangan dan pembaruan semua aktivitas bank agar sesuai dengan prisip Islam;
· Distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar, dan;
· Kemajuan pembangunan ekonomi.[1]

5. Karakteristik Sistem Keuangan Islam

Ada beberapa karakteristik ekonomi Islam sebagaiman disebutkan dalam Al-mausu’ah Al-ilmiyah wa al-amaliyah al-Islamiyah yang dapat diringkas sebagai berikut:

1. Harta kepunyaan Allah dan manusia merupakan khalifah atas harta

Kareteristik ini di bagi menjadi dua yaitu:

a. Semua harta baik benda maupun alat produlsi adalah milik Allah (kepunyaan Allah), Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 284:

لِلهِ مَا فِى السَّمَوَاتِ وَمَا فِى الأَرْضِ وَ إِنْ تُبْدُوا مَا فِى أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُحْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللهُ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَ اللهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatan itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendak-Nya; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

b. Manusia adalah khalifah atas harta miliknya. Hal tersebut diterangkan dalam QS. Al-Hadid ayat 7:

اَمِنُوْا بِاللهِ وَ رَسُولِهِ وَاَنْفِقُوْا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَحْلَفِيْنَ فِيْهِ فَالَّذِيْنَ اَمَنُوْا مِنْكُمْ وَاَنْفِقُوْا لَهُمْ اَجْرٌ كَبِيْرٌ

Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.

Berdasrkan ayat-ayat di atas terlihat jelas perbedaan antara sistem kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam dan sistem ekonomi lainnya. Dalam sistem Islam kepemilikan pribadi sangat dihormati walauupun hakikatnya tidak mutlak dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan orang lain dan tentunya tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam sistem kapitalis, kepemilikan terhadap sesusttu sangatlah mutlak dan pemanfaatannyapun sangat bebas tanpa adanya batasan-batasan tertentu hal tersebut juga sangat bertentangan dengan sistem sosialis dimana kepemilikan terhadap sesuatu tidak diakui, yang ada adalah kepemilikan bersama atau Negara.

2. Ekonomi terikat dengan akidah, syariah (hukum), dan moral

Hubungan ekonomi Islam dengan akidah dan syariah sanagtlah Nampak dalam banyak hal, diantaranya pandangan Islam terhadap alam semesta yang ditundukkan dan disediakan untuk kepentingan manusia. Hubungan tersebut menjadikan kegiatan ekonomi dalam Islam menjadi sebuah rangkaian ibadah. Sedangkan untuk hubungan antara ekonomi Islam dan moral dapat kita lihat dalam beberapa hadis nabi yang melarang penggunaan harta milik yang dapat menimbulkan kerugian kepada orang lain dan kepentingan masyarakat, larangan melakukan penipuan dalam transaksi, serta laranag menimbun harta yang dapat menimbulkan kelangkaan barang dan menghambat peredaran uanga yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi masayarakat.

3. Keseimbangan antara kerohaniaan dan kebendaan

Dalam Islam tidak ada pemisahan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat karena setiap aktivitas manusia di dunia akan berpengaruh terhadap kehidupannya kelak di akhirat. Oleh karena itu aktivits keduniaan kita tidak boleh mengorbankan kehidupan akhirat demikian pula sebaliknya. Apa yang kita lakukan di dunia ini sesungguhnya adalah ntuk mencapai tujuan akhirat. Prinsip ini sangatlah berbeda dengan prinsip ekonomi kapitalis dan sosialis yang hanya bertujuan untuk kepentingan dunia saja.

4. Ekonomi Islam menciptakan keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan umum

Maksud dari keseimbangan dalam sistem ekonomi Islam adalah Islam tidak mengakui adanya hak mutlak dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan-batasan tertentu. Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang, maupun lembaga tidak boleh mengabaikan dan mengorbankan kepentingan orang lain dan masyarakat secara umum. Prinsip ini sangat jelas berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis yang mementingkan kepentingan pribadi dan sistem ekonomi sosialis yang mementingkan kepentingan umum.

5. Kebebasan individu dijamin dalam Islam

Setiap individu dalam Islam diberikan kebebasan untuk melakukan kegiatan ekonomi baik secara pribadi maupun secar kolektif. Namun kebebasan ini tidak boleh melanggar kepentingan orang lain dan kepentingan umum dan tentunya ketentuan-ketentuan dari Allah. Prinsip ini sangatlah berbeda dengan system ekonomi kapitalis dimana tidak ada batasan-batasan dalam kepemilikan harta benda. Sedangkan dalam system ekonomi sosialis justru tidak adanya pengakuan atas kepemilikan pribadi, karena seluruh aktivitas ekonomi masyarakat diatur dan ditujukan hanya untuk negara.

6. Negara diberi wewenang untuk turut campur dalam perekonomian

Peran negara dalam system perekonomian Islam sangat diperlukan sebagai pengatur perekonomian agar kebutuhan masyarakat secara individu maupun sosial dapat terpenuhi secara proporsional dan menghindarinya persaingan yang tidak sehat dalam kegiatan ekonomi yang dapat mengakibatkan ketimpangan sosial dalam masyarakat. Selain itu negara juga berkewajiban untuk memberikan jaminan sosial agar setiap warganya dapat hidup secara layak.

7. Bimbingan konsumsi.

Segala sesuatu telah diatur dalam Islam, termasuk dalam pemakaian atau konsumsi terhadap barang produksi diamana allah telah melarang manusia untuk berlebih-lebihan dan bermewah-mewahan serta bersikap angkuh yang bertentang dengan prinsip kesederhanaan dalam Islam. Sederhana bukan berarti miskin namun tepat dan sesuai dengan kebutuhan.

8. Petunjuk investasi

Dalam Islam ada lima kriteria yang dijadikan pedoman dalam proyek investasi yaitu:
a. Proyek yang baik menurut Islam
b. Memberikan rezeki seluas mungkin kepada masyarakat luas
c. Memberantas kefakiran, memperbaiki pendapatan, dan kekayaan.
d. Memelihara dan dapat menumbuhkenbangkan harta
e. Melindungi kepentingan anggota masyarakat

9. Zakat

Zakat merupakan karateristik yang sangat menonjol dalam system ekonomi Islam yang tidak terdapat dalam system ekonomi lain, dimana seseorang dituntut untuk menyisihkan dan mengeluarkan sebagian dari hartanya bagi saudaranya yang lebih membutuhkan sebagai sarana pembersih jiwa dari sifat kikir, dengki ataupun dendam.

10. Larangan riba

Dalam penggunaannya uang harus sesuai dengan fungsi normalnya yaitu sebagai alat transaksi dan dan alat penilaian barang. Sedangkan riba adalah salah satu penyelewengan uang dari fungsi normalnya oleh karena itu hal ini sangat dilarang dalam Islam.

Kesimpulan

Prinsip - prinsip Ekonomi Islam itu secara garis besar:

1. Dalam ekonomi Islam, berbagai sumberdaya dipandang sebagai pemberianatau titipan Tuhan kepada manusia. Manusia harus memanfatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam produksi guna memenuhi kesejahteraan bersama di dunia, yaitu untuk diri sendiri dan orang lain. Namun yang terpenting bahwa kegiatan akan di pertanggungjawabkan di akhira nanti.

2. Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu, temasuk kepemilikan alat produksi dan faktor produksi.

3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama. Seorang Muslim, apakah ia sebagai pembeli, penjual, penerima upah, pembuat keuntungan dan sebagainya.

4. Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan besaran produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

5. Islam menjamin kepemilikan masyarakat, dan penggunaanya direncanakan untuk kepentingan orang banyak.

6. Seorang Muslim harus takut kepada Allah dan hari akhirat.

7. Seseorang Muslim yang kekayaannya melebihi ukuran tetentu (Nisab) di wajibkan membayar Zakat.

8. Islam melarang setiap pembayaran bunga (riba) atas berbagai bentuk peminjaman, apakah itu beberapa itu berasal dari teman, perusaan perorangan, pemerintah ataupun institusi lainnya.

Mekanisme operasional perbankan syariah dijalankan dengan menggunakan piranti-piranti keuangan yang mendasarkan pada prinsip-prinsip berikut:
a. Musyarakah (Joint Venture Profit Sharing)
b. Mudharabah (Trustee Profit Sharing)
c. Murabahah
d. Ijarah
e. Bai’ al istishna’

Daftar pustaka

------------, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, Cet. 1, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2006.

K. Lewis, Mervyn, Perbankan Syari’ah Prinsip, Praktik, dan Prospek, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, Cet.1., 2007

Al-Maududi, Abul A’la, Asas Ekonomi Islam Al-Maududi, Terj. Imam Munawwir, Surabaya: PT Bina Ilmu, Cet.1., 2005.

Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, Ed. 1., Revisi.2005, Yogyakarta: (UPP)AMPYKPN, 2005.

Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, Cet. Ke-12, Jakarta: Gema Insani Press, 2001.

As Shadr, Muhammad Baqir, Buku Induk EKONOMI ISLAM Iqtishaduna, Cet. 1.- Jakarta: Zahra, 2008.

Jusmaliani, Muhammad Sukarni, KEBIJAKAN EKONOMI Dalam Islam, Cet. 1.- Yogyakarta: KREASI WACANA, 2005.

Arifin, Zainul, Dasar-Dasar Manajemen Bank syari’ah, Cet. 7.- Tangerang: Azkia Publisher, 2009.

Vogel, Frank E, Hukum Keuangan Islam Konsep, Teori dan Praktik, Cet. 1., Bandung: Nusamedia, 2007.

P3EI, EKONOMI ISLAM, Ed.1,- 1.- Jakarta: PT Raja Grafinda Persada, 2008.

Muhammad, Sistem & Prosedur operasional Baank Syari’ah, Cet. 1,--Yogyakarta UII Press, 2000.

Nasution, Muhammad Edwin, Pengenalan Eksklusif EKONOMI ISLAM, Cet. 1,--1--, Jakarta: Kencana, 2006.

[1] MERVEN K. LEWIS & LATIFA M. ALGHOUD, Perbankan Syari’ah; Prinsip, Praktik, dan Prospek, Jakarta: PT. SERAMBI ILMU SEMESTA Cet.1. halm 123, 2007.

9 komentar: