Sabtu, 25 Agustus 2012

Al-Qur'an; Sumber Hukum Islam

Pendahuluan

Kata sumber dalam artian ini hanya dapat digunakan untuk Al-Qur’an maupun sunnah, karena memang keduanya merupakan wadah yang dapat ditimba hukum syara’, tetapi tidak mungkin kata ini digunakan untuk ijma’ dan qiyas karena memang keduanya merupakan wadah yang dapat ditimba norma hukum. Ijma’ dan qiyas juga termasuk cara dalam menemukan hukum. Sedangkan dalil adalah bukti yang melengkapi atau memberi petunjuk dalam Al-Qur’an untuk menemukan hukum Allah, yaitu larangan atau perintah Allah.

Apabila terdapat suatu kejadian, maka pertama kali yang harus dicari sumber hukum dalam Al-Qur’an seperti macam-macam hukum di bawah ini yang terkandung dalam Al-Qur’an, yaitu:

1. Hukum-hukum akidah (keimanan) yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus dipercaya oleh setiap mukallaf mengenai malaikatNya, kitabNya, para rasulNya, dan hari kemudian (Doktrin Aqoid).

2. Hukum-hukum Allah yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus dijadikan perhiasan oleh setiap mukallaf berupa hal-hal keutamaan dan menghindarkan diri dari hal kehinaan (Doktrin Akhlak).

3. Hukum-hukum amaliah yang bersangkut paut dengan tindakan setiap mukallaf, meliputi masalahucapan perbuatan akad (Contract) dan pembelanjaan pengelolaan harta benda, ibadah, muamalah dan lain-lain.

Untuk mengetahuinya lebih jauh tetang Al-Qur’an sebagai sumber huku islam yang paling utama mari kita membahasnya dalam makalah ini.


Pengertian Al-Qur’an

Secara etimologis Al-Qur’an adalah bentuk mashdar dari kara qara-a (قرأ ) artinya; bacaan, Dalam pengertian ini, kata قرأن berarti مقروء, yaitu ismul maf’ul (objek) dari قرأ.

Secara terminologis Al-Qur’an adalah sumber fiqih yang pertama dan paling utama, Al –Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang sampai kepada kita dengan jalan mutawatir, apabila membacanya mengandung nilai ibadah, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Naas.

Ada beberapa unsur yang menjelaskan hakikat Al-Qur’an, yaitu:

1. Al-Qur’an itu berbentuk lafadz. Ini mengandung arti bahwa apa yang disampaikan Allah melalui Jibril kepada Nabi Muhammad SAW dalam bentuk makna dan dilafazkan Nabi dengan ibaratnya sendiri tidaklah disebut Al-Qur’an. Umpamanya hadits qudsi atau hadits qauli lainnya, karenanya tidak ada ulama yang mengharuskan berwudhu jika hendak membacanya.

2. Al-Qur’an itu adalah berbahasa Arab. Ini mengandung arti bahwa Al-Qur’an yang dialih bahasakan kepada bahasa lain atau yang diibaratkan dengan bahasa lain bukanlah Al-Qur’an, karenanya salat yang menggunakan terjemahan Al-Qur’an, tidak sah.

3. Al-Qur’an itu diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Ini mengandung arti bahwa wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi-nabi terdahulu tidaklah disebut Al-Qur’an, tetapi yang dihikayatkan dalam Al-Qur’an tentang kehidupan dan syariat yang berlaku bagi umat terdahulu adalah Al-Qur’an.

4. Al-Qur’an itu dinukilkan secara mutawatir. Ini mengandung arti bahwa ayat-ayat yang tidak dinukilkan dalam bentuk mutawatir bukanlah Al-Qur’an. Karenanya ayat-ayat shazzah atau yang tidak mutawatir penukilannya tidak dapat dijadikan hujjah dalam istimbath hukum.

5. Al-Qur’an mengandung mu’jizat setiap suratnya”, memberi penjelasan bahwa setiap ayat Al-Qur’an mengandung daya mu’jizat. Oleh karena itu hadits tidak mengandung daya mu’jizat.

6. Al-Qur’an bernilai ibadah, ini menunjukan bahwa dengan membaca Al-Qur’an berarti melakukan suatu perbuatan ibadah yang berhak mendapat pahala. Karenanya membaca hadits qudsi yang tidak mengandung daya ibadah seperti Al-Qur’an, tidak dapat disebut Al-Qur’an.

Allah mewahyukan Al-Qur’an kepada SAW bukan sebagai inisial kerasulan. Al-Qur’an bagi Muhammad SAW merupakan inspirasi etik pembebasan yang menyinari kesadaran dan gerakan social dalam membangun masyarakat yang sejahtera, adil, dan manusiawi. Sebab tujuan islam adalah persaudaraan universal, kesetaraan, dan keadilan sosial.

AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER HUKUM FIQIH

Atas dasar bahwa hukum syara’ itu adalah kehendak Allah tentang tingkah laku manusia mukallaf, maka dapat dikatakan bahwa pembuat hukum (law gider) adalah Allah SWT. KetentuanNya terdapat dalam kumpulan wahyunya yang disebut Al Qur’an. Dengan demikian ditetapkan bahwa Al Qur’an itu sumber utama bagi hukum Islam, sekaligus juga sebagai dalil utama fiqih. Al-Qur’an itu membimbing dan memberikan petunjuk untuk menemukan hukum-hukum yang terkandung dalam sebagian ayat-ayatnya.

Karena kedudukan Al-Qur’an itu sebagai sumber utama dan pertama bagi penempatan hukum, maka bila seseorang ingin menemukan hukum untuk suatu kejadian, tindakan pertama yang harus ia lakukan adalah mencari jawab penyelesaiannya dari Al-Qur’an. Selama hukumnya dapat diselesaikan dengan Al-Qur’an, maka ia tidak boleh mencari jawaban lain di luar Al-Qur’an.

Selain itu, sesuai dengan kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber utama atau pokok hukum Islam, berarti al-Quran itu menjadi sumber dari segala sumber hukum. Karena itu juka akan menggunakan sumber hukum lain di luar Al-Qur’an, maka harus sesuai dengan petujuk Al-Qur’an dan tidak boleh melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Al-Qur’an. Hal ini berarti bahwa sumber hukum selain Al-Qur’an tidak boleh menyalahi apa-apa yang telah ditetapkan Al-Qur’an.

Kekuatan hujjah Al-Qur’an sebagai sumber dan dalil hukum fiqh terkandung dalam ayat al-qur’an yang menyuruh umat manusia mematuhi Allah. Hal ini disebutkan lebih dari 30 kali dalam Al-Qur’an. Perintah mematuhi Allah itu berarti mengikuti apa-apa yang difirmankanNya dalam Al-Qur’an.

Fungsi dan Tujuan Turunnya Al-Qur’an

Al-Qur’an diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad untuk disampaikan kepada umat manusia bagi kemaslahatan mereka, khususnya umat mukminin yang percaya akan kebenarannya. Kemaslahatan itu dapat berbentuk mendatangkan manfaat atau keberuntungan, maupun dalam bentuk melepaskan manusia dari kemudaratan atau kecelakaan yang akan menimpanya.

Bila ditelusuri ayat-ayat yang menjelaskan fungsi turunnya al-Qur’an kepada umat manusia, terlihat dalam beberapa bentuk ungkapan yang diantaranya adalah:

1. Sebagai hudan (هدى ) atau petunjuk bagi kehidupan umat. Fungsi hudan ini banyak sekali terdapat dalam al-Qur’an, lebih dari 79 ayat, umpamanya pada surat al-Baqarah (2): 2:
“Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”.

2. Sebagai rahmat (رحمة) atau keberuntungan yang diberikan Allah dalam bentuk kasih sayangnya. Al-Qur’an sebagai rahmat untuk umat manusia ini, tidak kurang dari 15 kali disebutkan dalam al-Qur’an, umpamanya pada surat Luqman (31): 2-3:
“Inilah ayat al-Qur’an yang mengandung rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan”.

3. Sebagai Furqan (فرقان ) yaitu pembeda antara yang baik dengan yang buruk; yang halal dengan yang haram; yang salah dan yang benar; yang indah dan yang jelek; yang dapat dilakukan dan yang terlarang untuk dilakukan. Fungsi al-Qur’an sebagai alat pemisah ini terdapat dalam 7 ayat al-Qur’an. Umpamanya pada surat al-Baqarah(2): 185:
“Bulan Ramadhan bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembela (antara yang hak dan yang bathil).

4. Sebagai mau’izhah (موعظة) atau pengajaran yang akan mengajar dan membimbing umat dalam kehidupannya untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Fungsi mau’izhah ini terdapat setidaknya dalam 5 ayat al-Qur’an. Umpamanya pada surat al-A’raf (7): 145:
“Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada lul-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu”.

5. Sebagai busyra (بشرى) yaitu berita gembira bagi orang yang telah berbuat baik kepada Allah dan sesama manusia. Fungsi busyra itu terdapat dalam sekitar 8 ayat al-Qur’an, seperti pada surat al-Naml (27):1-2:
“Tha-siin. (Surat) ini adalah ayat-ayat al-Qur’an, dan (ayat-ayat) Kitab yang menjelaskan, untuk menjadi petunjuk dan berita gembira untuk orang-orang yang beriman”.

Ayat Makiyah dan Madaniyah

Al-Qur’an turun kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam secara berangsur-angsur dalam jangka waktu dua puluh tiga tahun dan sebagian besar diterima oleh Rasul shallallaahu ‘alaihi wa sallam di Mekah. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

“Dan Al-Qur’an itu telah Kami turunkan secara berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. Al-Israa’: 106)

Oleh karena itu, para ulama membagi Al-Qur’an menjadi dua:

1. Al-Makiyah : ayat yang diturunkan kepada Nabi SAW sebelum hijrah ke Madinah.
2. Al-Madaniyah : ayat yang diturunkan kepada Nabi SAW setelah hijrah ke Madinah.


Perbedaan Surat Makiyah dan Madaniyah

Ciri-ciri khas dari makiyyah, yang pokok adalah :

1. Terdapat di dalamnya lafadz “Kalla” lafadz ini terdapat dalam Al-Qur’an sebanyak 30 kali

2. Terdapat di dalammnya ayat sajadah.

3. Terdapat di dalamnya lafadz “ Ya Ayyuhan Naas” , tidak terdapat di dalamnya Lafadz “ Ya Ayyuhal ladzina amanu”.

4. Terdapat di dalamnya kisah Nabi-nabi dan umat-umat dahulu.

5. Terdapat di dalamnya kisah adam dan Iblis.

6. Dimulai dengan huruf-huruf Hijaiyyah.


Selain cirri-ciri yang spesifik ini adalah :

a. Ayat-ayatnya pendek. Demikian pula surat-suratnya, sedang nada-nadanya tegas.

b. Mengandung dakwah (Seruan) kepada tauhid, serta menerangkan keadaan surga dan neraka.

c. Mengandung seruan kepada perangai baik, luhur, dan lurus.

d. Mendebati orang musyrik, serta menyatakan bahwa mereka orang bodoh.

e. Banyak dipergunakan sumpah sesuai dengan kebiasaan orang-orang Arab.


Ciri-ciri khas dari Madaniyyah ialah :

1. Terdapat padanya tentang jihad, atau menerangkan hukumnya.

2. Terdapat padanya penjelasan tentang hokum pidana, hokum perdata, kemasyarakatan, dan kenegaraan.

3. Terdapat padanya tentang keadaan kaum munafik.

4. Mendebat ahlul kitab serta mengajak supaya mereka tidak terlalu berlebih-lebihan dalam menjalani tugas agama.

Ciri-ciri yang lain adalah :

a. Suratnya panjang-panjang, demikian pula ayat-ayatnya dan nada-nadanya, nadanya lembut.

b. Mengemukakan keterangan dan dalil secara jelas.


Beberapa kaidah Mengetahui Surat Madaniyyah dan Makkiyyah

Mengetahui surat Madaniyah dan Makiyah merupakan salah satu bidang ilmu Al-Qur’an yang penting karena di dalamnya terdapat beberapa manfaat, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Bukti ketinggian bahasa Al-Qur’an. Di dalam Al-Qur’an Allah ‘Azza wa Jalla mengajak bicara setiap kaum sesuai keadaan mereka baik dengan penyampaian yang keras maupun lembut.

2. Tampaknya hikmah pembuatan syari’at ini. Hal tersebut sangat nyata dimana Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur dan bertahap sesuai keadaan umat pada masa itu dan kesiapan mereka di dalam menerima dan melaksanakan syari’at yang diturunkan.

3. Pendidikan terhadap para da’i di jalan Allah ‘Azza wa Jalla dan pengarahan bagi mereka agar mengikuti metode Al-Qur’an dalam tata cara penyampaian dan pemilihan tema yakni memulai dari perkara yang paling penting serta menggunakan kekerasan dan kelembutan sesuai tempatnya.

4. Pembeda antara nasikh (hukum yang menghapus) dengan mansukh (hukum yang dihapus). Seandainya terdapat dua ayat yaitu Madaniyah dan Makiyah yang keduanya memenuhi syarat -syarat naskh (penghapusan) maka ayat Madaniyah tersebut menjadi nasikh bagi ayat Makiyah karena ayat Madaniyah datang belakangan setelah ayat Makiyah.

Hikmah Turunnya Al-Qur’an secara Berangsur-angsur

Telah jelas dari pembagian Al-Qur’an menjadi ayat-ayat Makiyah dan Madaniyah menunjukkan bahwa Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur. Turunnya Al-Qur’an dengan cara tersebut memiliki hikmah yang banyak, di antaranya:

1. Pengokohan hati Nabi SAW, berdasarkan firman Allah ‘Azza wa Jalla :

“Berkatalah orang-orang yang kafir: ‘Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?’, demikianlah (yaitu demikianlah Kami turunkan secara berangsur-angsur) supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil. Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.” (QS. Al-Furqaan: 32-33)

2. Memberi kemudahan bagi manusia untuk menghafal, memahami serta mengamalkan serta mengamalkannya karena Al-Qur’an dibacakan kepada mereka secara bertahap. Berdasarkan firman Allah ‘Azza wa Jalla:
“Dan Al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. Al-Israa’: 106)

3. Memberikan semangat untuk menerima dan melaksanakan apa yang telah diturunkan di dalam Al-Qur’an karena manusia rindu dan mengharapkan turunnya ayat, terlebih lagi ketika mereka sangat membutuhkannya.

4. Penetapan syari’at secara bertahap sampai kepada tingkatan yang sempurna.
Seperti yang terdapat dalam ayat khamar yang mana manusia pada masa itu hidup dengan khamr dan terbiasa dengan hal tersebut, sehingga sulit jika mereka diperintahkan secara spontan meninggalkannya secara total.

Hukum-hukum di dalam Al-Qur’an

Di Dalam kitab suci Al-Qur'an terdapat hukum-hukum yang bertujuan untuk mengatur kehidupan umat manusia untuk dapat hidup bahagia, tentram, makmur, sejahtera dan lain-lain.

1. Jinayat :
Jinayat adalah segala macam dan jenis peraturan yang berhubungan dengan tindak kriminal / kriminalitas dalam kehidupan keseharian manusia seperti mencuri, memfitnah, berzina, membunuh, dan lain sebagainya.

2. Mu'amalat :
Mu'amalat adalah hukum yang berisi peraturan perdata dalam masyarakat yakni syarikat, jual beli, pinjam meminjam, qiradh, ijarah, dan lain-lain.

3. Munakahat :
Munakahat adalah peraturan-peraturan yang mengatur masalah pernikahan /nikah / perkawinan / kawin seperti mas kawin, talak / thalaq / perceraian, rujuk, muhrim, dan lain sebagainya.

4. Faraidh :
Faraidh adalah peraturan undang-undang yang mengatur pembagian harta pusaka


5. Jihad :
Jihad adalah segala bentuk aturan yang mengatur mengenai permasalahan perang, misalnya seperti harta rampasan perang, tawanan perang, dan lain sebagainya.


Referensi

Dr. Syahrul Anwar, M. Ag., 2010. Ilmu Fiqih & Ushul Fiqh., Bogor., Ghalia Indonesia.
Prof. Muhammad Abu Zahrah., 2005., Ushulul Fiqh, Jakarta, Pustaka Firdaus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar