Sabtu, 24 Desember 2011

Kelahiran Dan Perkembangan Islam di Masa Nabi Muhammad SAW



A. Keadaan Bangsa Arab Pra Islam

Ketika nabi Muhammad SAW lahir (570 M), Makkah adalah sebuah kota yang sangat penting dan terkenal diantara kota-kota di negeri Arab lainnya, baik karena tradisinya maupun karena letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramai, menghubungkan Yaman di selatan dan menghubungkan Syiria di utara. Dengan adanya ka’bah di tengah kota, Makkah menjadi pusat keagamaan Arab. Ka’bah adalah tempat mereka berziarah. Di dalamnya terdapat 360 berhala, mengelilingi berhala utama, hubal. Makkah kelihatan makmur dan kuat. Agama dan masyarakat Arab ketika itu mencerminkan realitas kesukuan masyarakat jazirah Arab dengan luas satu juta mil persegi.

Silsilah keturunan Arab terbagi kedalam 3 bagian, yaitu:

1) Arab Ba’idah, yaitu kaum-kaum Arab terdahulu yang sejarahnya tidak bias dilacak secara rinci dan komplit, seperti ’Ad, Tsamud, Thasm, Judais, Amlaq, dan lain-lainya.

2) Arab Aribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Ya’rub bin Yasyjub bin Qahthan, atau disebut pula Arab Qahthaniyah.

3) Arab Musta’ribah, yaitu kaum-kaum arab yang berasal dari keturunan Isma’il,yang disebut pula Arab Adnaniyah. Dari Arab Musta’ribah inilah cikal bakal dariketurunan Nabi Ibrahim a.s, Ismail a.s dan akhirnya kepada Nabi Muhammad Saw.


Bila dilihat dari asal usul keturunan, penduduk jazirah arab dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu Qahthaniyyun (keturunan Qahthan) dan Adnaniyyun (keturunan Ismail Ibn Ibrahim). Pada mulanya wilayah utara diduduki oleh golongan Adnaniyyun, dan wilayah selatan didiami golongan Qahthaniyyun. Akan tetapi, lama kelamaan kedua golongan itu membaur karena perpindahan-perpindahan dari utara ke selatan atau sebaliknya.


Ajaran islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw sekitar 15 abad yang lalu, bukan tidak mendapat hambatan dan tantangan dari masyarakat arab yang telah memiliki tradisi dan kepercayaan yang sudah mapan. Mereka menolak karena tidak dapat membedakan antara kenabian Muhammad dan masalah sosial-sosial politik. Masyarakat Arab sebelum islam terutama kaum Qurais, sebagai salah satu kabilah terbesar di Mekkah, adalah kabilah yang sangat kuat menentang dakwah nabi Muhammad Saw. Bahkan mereka melakukan koalisi dengan berbagai kabilah, baik yang ada di Mekkah maupun di luar Mekkah. Terutama Madinah untuk menghambat gerakan dakwah islam yang dilakukan nabi Muhammad Saw.

Akan tetapi berkat usaha-usaha kerasnya nabi Muhammad saw, seperti penyayang, pemaaf, tanggung jawab, bersikap adil, sehingga pada masanya, agama islam tersebar hingga ke jazirah Arab, kemudian di teruskan oleh para sahabat dan generasi sesudah sahabat

1. Kepercayaan Masyarakat Arab Pra Islam

Sebelum agama islam datang, masyarakat Arab sudah memiliki beberapa agama dan kepercayaan, misalnya bangsa Arab Qathan (kaum Saba) yang bermukim di Yaman menganut agama dan kepercayaan shabaiyah, yaitu suatu kepercayaan yang berkembangan di kalangan masyarakat Qahthan tentang adanya kekuatan yang terdapat pada bintang-bintang dan matahari. Setelah hancurnya bendungan Maa’rib masyarakat Qahthan terpencar kebeberapa tempat di bagian utara Yaman, sehingga lama-kelamaan kepercayaan yang mereka anut mengalami perubahan ketika mereka mulai berinteraksi dengan masyarakat dan kebudayaan lain.

Masyarakat kota Mekkah sebelum mereka menyembah berhala, batu-batuan dan pepohonan adalah penganut agama Tauhid yang di bawa oleh Nabi Ibrahim As, yaitu agama yang mengajarkan hanya kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, mereka wajib percaya dan menyembah. Namun karena terputusnya risalah, akhirnya mereka menyembah selain Allah.

Proses perpindahan kepercayaan ini berawal ketika salah seorang pembesar suku Khuza’ah bernama Amir Ibnu Luay al-khuza’i pergi ke syam (Syria). Ia menuju ke kota tersebut, Amr Ibn Luay meminta sebuah berhala dari suku Amaliqah sebagai kenang-kenangan dan akan dijadikan alat-alat perantara dalam peribadatan masyarakat Arab Mekkah guna mendekatkan diri kepada tuhannya. Berhala itu diberi nama Hubal yang kemudian di tempatkan di tengah-tengah Ka’bah.

2. Kondisi Sosial Masyarakat Arab Pra Islam

Situasi dan kondisi sosial kehidupan masyarakat Arabia menjelang kelahiran Islam secara umum dengan sebutan Zaman Jahiliyah. Hal itu dikarenakan kondisi sosial politik, keagamaan dan moralitas (akhlak) masyarakat Arab saat itu sudah sangat tidak baik. Kebiasaan-kebiasaan buruk mereka seringkali dilakukan misalkan meminum khamr hingga mabuk, berjudi, berzinah, merampok, dan lain-lain. Mereka juga punya kebiasaan berperang antar suku karena balas dendam, kebiasaan itu mereka lakukan karena dalam waktu yang lama masyarakat Arab tidak memiliki Nabi, kitab suci, Ideologi agama, dan tokoh besar yang membimbing mereka.

Dalam konteks hubungan sosial dan perkawinan terdapat 4 bentuk praktik perkawinan. Pertama, perkawinan seperti yang lazim dikenal sekarang ini. Kedua, istibda; yaitu perkawinan seorang lelaki dengan isteri orang lain pada saat sedang suci dan belum digauli suaminya yang sah. Ketiga perkawinan Rath, perkawinan yang terjadi setelah lelaki berjumlah kuran dari 10 orang, sepakat untuk melakukan hubungan intim dengan seorang perempuan yang bukan isterinya. Keempat perkawinan Rabi’, ketika sekelompok orang lebih dari 10 orang mendatangi rumah seorang perempuan, setelah perempuan itu hamil dan melahirkan anak lelaki tersebut dikumpulkan dan perempuan itu memilih lelaki untuk dijadikan ayah kandung anak tersebut sesuai banyaknya kemiripan antara lelaki dan anak tersebut. Selain itu terdapat kebiasaan mengawini dua saudara kandung sekaligus dalam waktu bersamaan, bahkan terdapat kebiasaan mengawini isteri ayah sendiri yang sudah diceraikan.

3. Kondisi Sosial Ekonomi Pra Islam

Bagi masyarakat perkotaan, seperti kota mekah, mereka telah memiliki tempat tinggal tetap. Karena itu tradisi mereka dalam mencari nafkah adalah dengan berdagang. Perdagangan merupakan sarana terbesar untuk menghasilkan berbagai kebutuhan hidup. Dalam konteks bisnis seperti itu, biasanya terjadi perubahan besar dalam perilaku dan pemikiran bangsa Arab. Karena itu bangsa Arab perkotaan sering berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain di luar kota Mekah. Dengan demikian, dapat dikatakan penduduk kota Mekah merupakan penduduk kota kosmopolitan.

Sementara penduduk pedalaman (al-Arab al-badawi), masih menjalani hidup secara sederhana. Karena mereka nomaden berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Mereka tidak memiliki perkampungan yang tetap. Unta dan kuda memiliki peran yang sangat penting bagi masyarakat Arab badawi, karena unta berarti binatang yang memberikan bekal makanan sehari-hari, alat transportasi, dan alat tukar. Selain itu juga dapat dijadikan mahar dalm perkawinan dan juga bisa sebagai alat denda dalam pembunuhan.

4. Peradaban Arab Pra Islam

Dalam catatan sejarah, keluarga Bani Qahthan, yang sering dikenal dengan sebutan al-Arab al-Aribah, di Selatan Jazirah Arabia, pernah mendirikan kerajaan besar di Yaman, mereka mendirikan kota-kota, membangun istana mewah, mengolah tanah dengan menggunakan bendungan dan irigasi, memahat patung, ahli perbintangan, memiliki angkatan perang dan melakukan ekspansi dan hubungan perdagangan dengan kerajaan-kerajaan tetangganya.

Modal utama peradaban non material bangsa Arab adalah bahasa yang biasa mereka pergunakan dalam berkomunikasi. Mereka tidak mengalami kesulitan dalam pergaulan, sebab bahasa al-Arab al-Musta’rabah (bangsa Arab keturunan Ismail Ibn Ibrahim AS), memiliki kesamaan filologi dan semantik dengan bahasa-bahasa lain di rumpun bangsa Smith atau Samiyah. Faktor kesamaan bahasa ini menjadi alat pemersatu di kalangan bangsa-bangsa Arab yang berdiam di Jazirah arabia, bahkan Mesir dan negara-negara Afrika Utara. Faktor kesamaan bahasa ini menjadi salah satu penentu keberhasilan dalam perniagaan, pergaulan dan lain-lain, termasuk bagi bangsa Arab nomaden.


B. KEHIDUPAN DAN PERJUANGAN NABI MUHAMMAD DALAM MENGEMBANGAKAN ISLAM

1. Asal-Usul Keturunan Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad SAW adalah salah seorang anggota Bani Hasyim, suatu kabilah yang ada di dalam suku Quraisy. Beliau hadir pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah bertepatan dengan 20 Agustus 571 M. Ayahanda sudah meninggal sebelum beliau lahir. Tidak berapa lama kemudian, ibunya Siti Aminah, meninggal dunia. Kemudian beliau dibesarkan keluarga yang baik-baik hingga menjelang dewasa. Pendidikan yang diberikan keluarga dan para pengasuhnya membekas di dalam dirinya, sehingga ia menjadi orang yang mendapat julukan al-Amin.

2. Pengembangan Dakwah Islam Periode Mekah

Pada suatu malam, beliau bermimpi melihat sebuah cahaya yang sangat terang. Tampaknya, mimpi itu membuatnya terdorong untuk lebih giat lagi berkhalwat dan beribadah, sesuai dengan millat Ibrahim. Setelah lebih kurang enam bulan lamanya beliau berkhalwat di Gua Hira, maka pada tanggal 17 Ramadan tahun 611 M, malaikat jibril datang ke hadapannya untuk menyampaikan wahyu yang pertama. Malaikat Jibril meminta Muhammad SAW untuk membaca wahyu itu.

Dengan turunnya wahyu pertama itu, berarti Muhammad Saw telah dipilih Allah untuk menjadi Nabi dan Rasul. Dalam wahyu pertama ini Nabi Muhammad Saw dengan harap-harap cemas menanti kedatangannya di tempat sama. Dalam keadaan bingung itulah kemudian malaikat Jibril datang kembali membawa wahyu kedua yang membawa perintah untuk berdakwah.

a. Langkah awal dakwah Nabi Muhammad SAW

Rasulullah Saw melakukan langkah strategis untuk mengembangkan dakwah islam dikalangan masyarakat Quraiys di kota mekah. Langkah pertama ialah Berdakwah secara diam-diam di lingkungan sendiri maupun dengan rekan-rekannya. Orang pertama yang menerima dakwahnya ialah keluarga dan para sahabatnya. Mula-mulanya istrinya Siti Khadijah, lalu sepupunya Ali bin Abi ThaLib, kemudian Abu Bakar.

Nabi Muhammad di utus oleh Allah untuk mengajak mereka menyembah Allah dan meninggalkan penyembahan terhadap berhala .Tetapi masyarakat Quraisy tidak percaya sama sekali, bahkan mendustakan dan mengejek nabi Muhammad Saw. Diantara yang mendustakan itu ialah Abu Lahab dan Istrinya.

Meskipun bisa dikatakan bahwa masyarakat Arab di kota Mekah ada yang menerima ajaran islam secara ikhlas, tapi pada umumnya masyarakat Arab kota Mekah menolak dan tidak menghendaki kehadiran islam dan umat islam di kota tersebut. Mereka yang tidak senang dengan ajakan Nabi Muhammad SAW terus berusaha mengganggu dan merintangi dakwah nabi, yaitu dengan cara penyiksaan dan pembunuhan. Hambatan, gangguan, dan ancaman terus berlangsung dilakukan masyarakat kafir Qurays terhadap umat islam hingga akhir umat islam di perintahkan nabi Muhammad Saw untuk hijrah ke Habsyi (Ethiopia). Alasannya mengapa negeri itu dijadikan tempat hijrah karena negeri itu di pimpin oleh seorang raja kristen yang taat bernama Nejus. Dikarenakan ia adalah seseorang yang adil, melindungi mereka yang membutuhkan perlindungan.

C. STRATEGI PERJUANGAN DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW

Langkah-langkah dakwah Nabi Muhammad Saw di Madinah

Setelah tiba dan diterima penduduk Yastrib (Madinah), Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah islam pun dimulai. Berbeda dengan periode Makkah sebelumnya, pada periode Madinah ini, Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di madinah. Nabi Muhammad mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi sebagai kepala Negara. Dengan kata lain, dalam diri nabi terkumpul dua kekuasaan, yaitu kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai rasul secara otomatis merupakan kepala Negara juga.

Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan Negara baru itu, ia segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, yaitu :

· Dasar pertama yang ditegakkannya adalah Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di dalam Islam), yaitu antara kaum Muhajirin (orang-orang yang hijrah dari Mekah ke Madinah) dan Anshar (penduduk Madinah yang masuk Islam dan ikut membantu kaum Muhajirin).

Nabi Muhammad SAW mempersaudarakan individu-individu dari golongan Muhajirin dengan individu-individu dari golongan Anshar. Misalnya, Nabi SAW mempersaudarakan Abu Bakar dengan Kharijah bin Zaid, Ja'far bin Abi Thalib dengan Mu'az bin Jabal. Dengan demikian diharapkan masing-masing orang akan terikat dalam suatu persaudaraan dan kekeluargaan. Dengan persaudaraan yang semacam ini pula, Rasulullah telah menciptakan suatu persaudaraan baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan keturunan.

· Dasar kedua adalah sarana terpenting untuk mewujudkan rasa persaudaraan tersebut, yaitu tempat pertemuan. Sarana yang dimaksud adalah masjid, tempat untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT secara berjamaah, yang juga dapat digunakan sebagai pusat kegiatan untuk berbagai hal, seperti belajar-mengajar, mengadili perkara-perkara yang muncul dalam masyarakat, musyawarah, dan transaksi dagang.

Nabi Muhammad SAW merencanakan pembangunan masjid itu dan langsung ikut membangun bersama-sama kaum muslimin. Masjid yang dibangun ini kemudian dikenal sebagai Masjid Nabawi. Ukurannya cukup besar, dibangun di atas sebidang tanah dekat rumah Abu Ayyub al-Anshari. Dindingnya terbuat dari tanah liat, sedangkan atapnya dari daun-daun dan pelepah kurma. Di dekat masjid itu dibangun pula tempat tinggal Nabi SAW dan keluarganya.

· Dasar ketiga adalah hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam. Di Madinah, disamping orang-orang Arab Islam juga masih terdapat golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad SAW mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka.

Perjanjian tersebut diwujudkan melalui sebuah piagam yang disebut dengan Mîsâq Madînah atau Piagam Madinah. Isi piagam itu antara lain mengenai kebebasan beragama, hak dan kewajiban masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban negerinya, kehidupan sosial, persamaan derajat, dan disebutkan bahwa Rasulullah SAW menjadi kepala pemerintahan di Madinah.

Masyarakat yang dibentuk oleh Nabi Muhammad SAW di Madinah setelah hijrah itu sudah dapat dikatakan sebagai sebuah negara, dengan Nabi Muhammad SAW sebagai kepala negaranya. Dengan terbentuknya Negara Madinah, Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang-orang Mekah menjadi resah. Mereka takut kalau-kalau umat Islam memukul mereka dan membalas kekejaman yang pernah mereka lakukan. Mereka juga khawatir kafilah dagang mereka ke Suriah akan diganggu atau dikuasai oleh kaum muslimin.

Untuk memperkokoh dan mempertahankan keberadaan negara yang baru didirikan itu, Nabi SAW mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota, baik langsung di bawah pimpinannya maupun tidak. Hamzah bin Abdul Muttalib membawa 30 orang berpatroli ke pesisir L. Merah. Ubaidah bin Haris membawa 60 orang menuju Wadi Rabiah. Sa'ad bin Abi Waqqas ke Hijaz dengan 8 orang Muhajirin. Nabi SAW sendiri membawa pasukan ke Abwa dan disana berhasil mengikat perjanjian dengan Bani Damra, kemudian ke Buwat dengan membawa 200 orang Muhajirin dan Anshar, dan ke Usyairiah. Di sini Nabi SAW mengadakan perjanjian dengan Bani Mudij.

Ekspedisi-ekspedisi tersebut sengaja digerakkan Nabi SAW sebagai aksi-aksi siaga dan melatih kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan negara yang baru dibentuk. Perjanjian perdamaian dengan kabilah dimaksudkan sebagai usaha memperkuat kedudukan Madinah.

Dengan dasar-dasar inilah awal terbentuknya Negara Madinah, Islam semakin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang-orang mekkah dan musuh-musuh islam lainnya menjadi risau.


Perang Badar

Perang Badar yang merupakan perang antara kaum muslimin Madinah dan kaun musyrikin Quraisy Mekah terjadi pada tahun 2 H. Perang ini merupakan puncak dari serangkaian pertikaian yang terjadi antara pihak kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin Quraisy. Perang ini berkobar setelah berbagai upaya perdamaian yang dilaksanakan Nabi Muhammad SAW gagal.

Tentara muslimin Madinah terdiri dari 313 orang dengan perlengkapan senjata sederhana yang terdiri dari pedang, tombak, dan panah. Berkat kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan semangat pasukan yang membaja, kaum muslimin keluar sebagai pemenang. Abu Jahal, panglima perang pihak pasukan Quraisy dan musuh utama Nabi Muhammad SAW sejak awal, tewas dalam perang itu. Sebanyak 70 tewas dari pihak Quraisy, dan 70 orang lainnya menjadi tawanan. Di pihak kaum muslimin, hanya 14 yang gugur sebagai syuhada. Kemenangan itu sungguh merupakan pertolongan Allah SWT (QS. 3: 123). Orang-orang Yahudi Madinah tidak senang dengan kemenangan kaum muslimin. Mereka memang tidak pernah sepenuh hati menerima perjanjian yang dibuat antara mereka dan Nabi Muhammad SAW dalam Piagam Madinah.

Sementara itu, dalam menangani persoalan tawanan perang, Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk membebaskan para tawanan dengan tebusan sesuai kemampuan masing-masing. Tawanan yang pandai membaca dan menulis dibebaskan bila bersedia mengajari orang-orang Islam yang masih buta aksara. Namun tawanan yang tidak memiliki kekayaan dan kepandaian apa-apa pun tetap dibebaskan juga.

Tidak lama setelah perang Badar, Nabi Muhammad SAW mengadakan perjanjian dengan suku Badui yang kuat. Mereka ingin menjalin hubungan dengan Nabi SAW karena melihat kekuatan Nabi SAW. Tetapi ternyata suku-suku itu hanya memuja kekuatan semata.

Sesudah perang Badar, Nabi SAW juga menyerang Bani Qainuqa, suku Yahudi Madinah yang berkomplot dengan orang-orang Mekah. Nabi SAW lalu mengusir kaum Yahudi itu ke Suriah.

Perang Uhud

Perang yang terjadi di Bukit Uhud ini berlangsung pada tahun 3 H. Perang ini disebabkan karena keinginan balas dendam orang-orang Quraisy Mekah yang kalah dalam perang Badr. Pasukan Quraisy, dengan dibantu oleh kabilah Tihama dan Kinanah, membawa 3.000 ekor unta dan 200 pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Tujuh ratus orang di antara mereka memakai baju besi.

Adapun jumlah pasukan Nabi Muhammad SAW hanya berjumlah 700 orang. Perang pun berkobar. Prajurit-prajurit Islam dapat memukul mundur pasukan musuh yang jauh lebih besar itu. Tentara Quraisy mulai mundur dan kocar-kacir meninggalkan harta mereka.
Melihat kemenangan yang sudah di ambang pintu, pasukan pemanah yang ditempatkan oleh Rasulullah di puncak bukit meninggalkan pos mereka dan turun untuk mengambil harta peninggalan musuh. Mereka lupa akan pesan Rasulullah untuk tidak meninggalkan pos mereka dalam keadaan bagaimana pun sebelum diperintahkan. Mereka tidak lagi menghiraukan gerakan musuh. Situasi ini dimanfaatkan musuh untuk segera melancarkan serangan balik. Tanpa konsentrasi penuh, pasukan Islam tak mampu menangkis serangan. Mereka terjepit, dan satu per satu pahlawan Islam berguguran. Nabi SAW sendiri terkena serangan musuh. Sisa-sisa pasukan Islam diselamatkan oleh berita tidak benar yang diterima musuh bahwa Nabi SAW sudah meninggal. Berita ini membuat mereka mengendurkan serangan untuk kemudian mengakhiri pertempuran itu. Perang Uhuh ini menyebabkan 70 orang pejuang Islam gugur sebagai syuhada.


Perang Khandaq

Perang yang terjadi pada tahun 5 H ini merupakan perang antara kaum muslimin Madinah melawan masyarakat Yahudi Madinah yang mengungsi ke Khaibar yang bersekutu dengan masyarakat Mekah. Karena itu perang ini juga disebut sebagai Perang Ahzab (sekutu beberapa suku).
Pasukan gabungan ini terdiri dari 10.000 orang tentara. Salman al-Farisi, sahabat Rasulullah SAW, mengusulkan agar kaum muslimin membuat parit pertahanan di bagian-bagian kota yang terbuka. Karena itulah perang ini disebut sebagai Perang Khandaq yang berarti parit.

Tentara sekutu yang tertahan oleh parit tersebut mengepung Madinah dengan mendirikan perkemahan di luar parit hampir sebulan lamanya. Pengepungan ini cukup membuat masyarakat Madinah menderita karena hubungan mereka dengan dunia luar menjadi terputus. Suasana kritis itu diperparah pula oleh pengkhianatan orang-orang Yahudi Madinah, yaitu Bani Quraizah, dibawah pimpinan Ka'ab bin Asad.

Namun akhirnya pertolongan Allah SWT menyelamatkan kaum muslimin. Setelah sebulan mengadakan pengepungan, persediaan makanan pihak sekutu berkurang. Sementara itu pada malam hari angin dan badai turun dengan amat kencang, menghantam dan menerbangkan kemah-kemah dan seluruh perlengkapan tentara sekutu. Sehingga mereka terpaksa menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri masing-masing tanpa suatu hasil.

Para pengkhianat Yahudi dari Bani Quraizah dijatuhi hukuman mati. Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-26.
Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apapun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan Dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
Dan Dia menurunkan orang-orang Ahli Kitab (Bani Quraizhah) yang membantu golongan-golongan yang bersekutu dari benteng-benteng mereka, dan Dia memasukkan rasa takut ke dalam hati mereka. Sebahagian mereka kamu bunuh dan sebahagian yang lain kamu tawan
Perjanjian Hudaibiyah

Pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan, hasrat kaum muslimin untuk mengunjungi Mekah sangat bergelora. Nabi SAW memimpin langsung sekitar 1.400 orang kaum muslimin berangkat umrah pada bulan suci Ramadhan, bulan yang dilarang adanya perang. Untuk itu mereka mengenakan pakaian ihram dan membawa senjata ala kadarnya untuk menjaga diri, bukan untuk berperang.

Sebelum tiba di Mekah, mereka berkemah di Hudaibiyah yang terletak beberapa kilometer dari Mekah. Orang-orang kafir Quraisy melarang kaum muslimin masuk ke Mekah dengan menempatkan sejumlah besar tentara untuk berjaga-jaga.

Akhirnya diadakanlah Perjanjian Hudaibiyah antara Madinah dan Mekah,

yang isinya antara lain:
Kedua belah pihak setuju untuk melakukan gencatan senjata selama 10 tahun.
Bila ada pihak Quraisy yang menyeberang ke pihak Muhammad, ia harus dikembalikan. Tetapi bila ada pengikut Muhammad SAW yang menyeberang ke pihak Quraisy, pihak Quraisy tidak harus mengembalikannya ke pihak Muhammad SAW.
Tiap kabilah bebas melakukan perjanjian baik dengan pihak Muhammad SAW maupun dengan pihak Quraisy.
Kaum muslimin belum boleh mengunjungi Ka'bah pada tahun tersebut, tetapi ditangguhkan sampai tahun berikutnya.
Jika tahun depan kaum muslimin memasuki kota Mekah, orang Quraisy harus keluar lebih dulu.
Kaum muslimin memasuki kota Mekah dengan tidak diizinkan membawa senjata, kecuali pedang di dalam sarungnya, dan tidak boleh tinggal di Mekah lebih dari 3 hari 3 malam.

Tujuan Nabi SAW membuat perjanjian tsb sebenarnya adalah berusaha merebut dan menguasai Mekah, untuk kemudian dari sana menyiarkan Islam ke daerah-daerah lain.
Ada 2 faktor utama yang mendorong kebijaksanaan ini :
Mekah adalah pusat keagamaan bangsa Arab, sehingga dengan melalui konsolidasi bangsa Arab dalam Islam, diharapkan Islam dapat tersebar ke luar.
Apabila suku Quraisy dapat diislamkan, maka Islam akan memperoleh dukungan yang besar, karena orang-orang Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar di kalangan bangsa Arab.

Setahun kemudian ibadah haji ditunaikan sesuai perjanjian. Banyak orang Quraisy yang masuk Islam setelah menyaksikan ibadah haji yang dilakukan kaum muslimin, disamping juga melihat kemajuan yang dicapai oleh masyarakat Islam Madinah.

Setelah itu Nabi Muhammad segera kembali ke Madinah. Beliau mengatur organisasi masyarakat kabilah yang telah memeluk agama Islam. Petugas keagamaan dan para dai dikirim ke berbagai daerah dan kabilah untuk mengajarkan ajaran-ajaran Islam, mengatur peradilan, dan memungut zakat. Dua bulan setelah itu, Nabi menderita sakit demam. Tenaganya dengan cepat berkurang. Pada hari senin, tanggal 12 Rabiul Awal 11 H/8 Juni 632 M. Nabi Muhammad SAW wafat di rumah istrinya Siti Aisyah.

KESIMPULAN

Dari uraian singkat di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Sebelum diangkat menjadi Rasul, Muhammad SAW dipersiapkan secara fisik maupun mental oleh Allah SWT melalui berbagai ujian dan kesulitan hidup yang dialami semenjak kecil hingga dewasa.

2. Perjuangan Muhammad SAW untuk melaksanakan tugas dakwah melalui perjalanan panjang dan berliku serta mengalami rintangan dan hambatan yang luar biasa.

3. Kesabaran, ketabahan, kegigihan dan semangat pantang menyerah dalam menghadapi segala tantangan akhirnya membawa Muhammad SAW mencapai puncak kesuksesan dalam dakwahnya.

4. Hijrahnya Muhammad SAW ke Madinah, membawa Islam ke arah gerakan politik tanpa meninggalkan agama sehingga Islam mejadi semakin kuat.

5. Nabi Muhammad SAW, disamping sebagai pemimpin agama, juga seorang negarawan, pemimpin politik, dan administrator yang cakap. Hanya dalam waktu sebelas tahun menjadi pemimpin politik, beliau berhasil menundukkan seluruh jazirah Arab ke dalam kekuasaannya.


REFERENSI

· Sejarah Peradaban Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.
· Dr. Badri Yatim, MA, 2004, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Rajawali Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar